Tuesday, December 26, 2006

2006 Christmas Reflection

Why on earth was the Baby laid in a MANGER?I believe it’s more than a message of simplicity.

Echoing the prophet Isaiah,
“The ox knows His master, the donkey his owner’s MANGER,
but Israel does not know, my people do not understand” (1.3);
Now, the curse is being put away. The true Israel has found her food,
The people of God find their source of life.
Since, the Son of God, the Messiah Jesus, was THERE!

My dear Pals,
I’m reserved to say “Merry Christmas,”
yet I’m zealous to shout aloud:
“Lift up your heart, ye people of God!
For your LEADER, your KING,
Your MASTER, your LORD,
draws you to His MANGER.”
Laus Deus!God be praised!

December 25, 2006

Student of the Church Fathers

Friday, December 22, 2006

Respons 3

Dan kawanku yang nun jauh di ujung Timur Indonesia pun merespons, tadi pagi:

Lha memang kelahiran Kristus adalah berita kontroversial dan provokatif, kan?
Bagi istana Herodes dan Bait Allahnya Hanas dan Kayafas?

Wah di Papua situasinya lebih parah.
Aku hanya berpikir bahwa cara satu-satunya menghancurkan masalah ini
Adalah dengan kita mengambil bagian dalam penanggalan eksistensi
seperti yang dilakukan dan diperintahkan Tuhan (Mat. 16.26).
Harga pemuridan harus dibayar lunas oleh Hamba-hamba Tuhan!


(Hehe, favorit Anda Bonhoeffer, ya Mas? Sudah baca Paul Tillich, The Courage to Be? Anda akan makin diteguhkan dengan posisi itu.)

Respons 2

Kawanku yang lain, yang menjadi guru di Malang, pun berespons:

Aku juga ngerasa ada yang hilang. Natal jadi sangat komersil,
baik di mal atau di gereja. Thanks for sharing your insights.

Kalau memang untuk kebenaran, gak pa-pa sekali-sekali provokatif dan konfrontatif asal dengan wisdom and grace :)

Respons 1

Seorang kawanku yang di Surabaya tengah malam itu langsung menjawab:



Saya setuju dengan Anda, Sobat!
Saya merasa komersialisasi kekristenan dan natal tambah gila sehingga pohon natal dibuat dengan harga milyaran rupiah!
Saya baru mengritik penggunaan ornamen yang tidak disertai kesadaran tentang makna di baliknya, tidak heran Muslim melihat Kristen seperti sedang pamer kekuatan ekonominya saat natal.
Saya belajar satu hal natal ini—berbagi kasih pada orang yang membutuhkan.
Aspek sosial dari Injil.
Saya juga senang karena tahu bahwa uang tidak jadi raja atas hidupku.

Kilasan Natal

Tadi malam, tiba-tiba saya tergerak untuk ambil HP dan menuliskan layanan pesan singkat tentang Natal kepada rekan-rekanku, yang kira-kira begini:



Sobat, saya makin merasa, di tengah hingar bingarnya Natal tahun ini,
ada satu kehampaan:
Natal tanpa Yesus yang hadir di dalam sejarah.
Yang kusaksikan adalah religiositas narsistis:
Christmas is all about prize and the Prize!Hadiah buatKU! Biar AKU nyaman! Biar AKU tenang!
Biar AKU senang!

Saya pun makin menyadari bahwa Yohanes Calvin benar:
Merenungkan tentang Kristus kita harus kembali kepada munus triplex:
Nabi, Imam, Raja.

Yang kusimpulkan adalah:
Christus contra nobis!
Christus pro nobis!
Christus supra nos!

Kekristenan narsistis hanya berhenti pada Christus pro nobis,
tapi bukan itu menurut Alkitab.
Kristus pun siap mengonfrontir kita!
Saya makin bersembah sujud kepada Yesus Sejarah
yang dibangkitkan Allah itu, Sobat.

Dan saya merasa Allah kian memikat hatiku untuk mengenal
Yesus Sejarah itu.

Yesaya 52.10, Sobatku!



Saya melanjutkan pesan singkat itu:


Aku lagi muak dengan retorika-retorika gereja yang banter,
penuh syukur tetapi kalah dengan kuasa kapitalis!
Oh, sesungguhnya kita tidak sedang merayakan Natal.

Kita sedang merayakan pesta penikahan yang mahaakbar!
Pengantinya adalah:

YESUS KRISTUS

dan

MAMON

Namun aku pun sadar:
Aduh, ndak tahu neech,
mosok situasi bahagia penuh rahmat dan damai
kok permenunganku provokatif banget!?!

Thursday, December 7, 2006

Perjanjian Perbuatan

PERJANJIAN PERBUATAN
Kejadian 2.16–17


Di dalam Perjanjian Penebusan, Allah Tritunggal telah bermufakat jauh sebelum dunia ini dijadikan untuk mengutus Allah Putra, Tuhan Yesus Kristus, menjadi Kepala atas kaum pilihan Allah, supaya umat ini dipersatukan di dalam Kristus dan mendapatkan jaminan mulia. Perjanjian Penebusan merupakan perjanjian antar-Pribadi Allah! Melaluinya kita dapat belajar mengenai hakikat Keluarga Kudus; dan model keluarga yang sejati kita temukan di dalam Persekutuan Agung Bapa, Putra dan Roh Kudus. Marilah kita sekarang belajar mengenai perjanjian yang Allah ikatkan kepada manusia.

Allah, setelah menciptakan manusia menurut gambar dan rupa-Nya (di dalam kekudusan, kebenaran dan keadilan), mengikatkan suatu perjanjian kepada Adam, yaitu suatu perjanjian yang mensyaratkan suatu kepatuhan yang sempurna dan total. Allah melarangnya untuk memakan buah pengetahuan yang baik dan yang jahat. Kepatuhan Adam akan membawa kehidupan bagi dia dan seluruh keturunannya. Ketidakpatuhannya akan membuahkan kematian! Inilah yang disebut Perjanjian Perbuatan atau Perjanjian Kehidupan.

Dari mana istilah “perjanjian” itu diperoleh? Memang, kita tidak menemukan kata “perjanjian” di Kejadian 2.16-17. Dalam pada itu, ada indikasi yang diberikan oleh firman Tuhan sendiri yakni dalam Hosea 6.7, “Tetapi mereka telah melangkahi perjanjian di Adam, di sana mereka telah berkhianat terhadap Aku.” Secara harfiah kata depan “di” pada “di Adam” dapat diterjemahkan “seperti.” Sesuai konteksnya berarti, Israel telah mengingkari perjanjian seperti Adam. Jadi, dalam Kejadian 2.16-17 ini jelas terdapat indikasi adanya sebuah perjanjian.

Kalau begitu, kita menjumpai suatu amanat yang Allah tetapkan kepada Adam, selaku wakil dari seluruh umat manusia. Adam dituntut untuk mematuhi amanat Allah itu. Suatu pemerkosaan atas kebebasan manusia? Sama sekali bukan! Allah dan manusia bukanlah dua partai yang seimbang, yang masing-masing memiliki hak dan kewajiban yang sama. Allah harus kita tempatkan sebagai Penguasa yang berdaulat penuh. Dia adalah Pemilik segala sesuatu. Karena itu, Allah berhak mengikatkan perjanjian tanpa harus meminta persetujuan manusia. Allah berhak pula menetapkan syarat-syarat atas perjanjian itu apabila manusia menginginkan hidup dalam persekutuan dengan Allah dan menikmati segala berkat dari Allah. Di sinilah kita menemukan kewajiban manusia kepada Penciptanya. Kewajiban ini bersumber dari natur manusia sebagai makhluk berakal dan bermoral yang berada di bawah tuntutan untuk mematuhi kehendak Allah, serta hidup bagi kemuliaan Allah.

Siapa saja yang terlibat dalam Perjanjian Perbuatan? Yaitu Allah dan Adam sebagai wakil semua keturunannya. Allah selaku Pencipta dan Permilik alam berhadapan dengan Adam yang mewakili seluruh umat manusia. Sesungguhnya, apa yang Allah janjikan kepada Adam dijanjikan pula kepada semua keturunannya. Anugerah kepada Adam juga diberikan kepada seluruh keturunannya. Allah tidak memberikan bumi ini secara eksklusif kepada Adam saja. Kepada keturunannya juga bumi ini diberikan sebagai milik pusaka.

Janji apa yang terkandung di dalam Perjanjian Perbuatan? Tuhan berfirman, “Pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati!” Berarti, bila Adam tidak memakan, ia tidak akan mati. Ia akan beroleh hidup dan hidup dalam persekutuan yang kekal bersama Allah. Hal yang sama berkali-kali ditegaskan dalam Alkitab, “Lakukan ini, maka engkau akan hidup”; “Seseorang yang melakukan pekerjaan-pekerjaan hukum Taurat akan hidup olehnya.” Kehidupan yang dijanjikan oleh Allah adalah suatu kehidupan yang penuh sukacita, kudus dan takkan mengalami kematian (fisik ataupun rohani). Bahkan, di dalam janji ini termaktub suatu jaminan dienyahkannya segala kecacatan dan kehendak untuk melanggar ketetapan Allah menuju suatu hidup yang sempurna. Prinsip Perjanjian Perbuatan yaitu: manusia yang melakukannya akan mendapat hidup! Maka, disebut “Perjanjian Perbuatan” oleh karena perbuatan patuh dari moyang pertama kita ditegaskan di sini. Atau, sering pula disebut sebagai “Perjanjian Kehidupan” oleh sebab kehidupan kekal bagi Adam dan keturunannya merupakan jaminan dari kepatuhan Adam. (Bdk. Mat. 19.16,17; Gal. 3.12; Im. 18:5; Neh. 9:29.)

Syarat apa yang perlu dipenuhi dalam Perjanjian Perbuatan? Yaitu ketaatan yang mutlak! Sebab Allahlah yang memberi perintah dan tidak mungkin perintah ini dapat dikurangi kadarnya. Larangan untuk memakan buah merupakan batu uji bagi manusia tentang seberapa jauh kepatuhannya kepada Allah. Bukan sekadar menuruti perintah atau tidak! Sikap yang manusia ambil terhadap perintah tersebut menunjukkan apakah ia bersedia untuk bergantung secara mutlak kepada Allah dalam segala hal. Alkitab dengan jelas bersaksi, bahwa kecacatan terhadap satu hukum merupakan pelanggaran terhadap seluruh isi hukum tersebut. Yakobus 2.10 menyatakan, “Sebab barangsiapa menuruti seluruh hukum itu, tetapi mengabaikan satu bagian daripadanya, ia bersalah terhadap seluruhnya.” Allah yang sempurna dan kudus menghendaki kepatuhan total manusia!

Hukuman apa yang dijatuhkan terhadap pelanggaran Perjanjian Perbuatan? Sedemikian terang di ay. 17, kematian adalah hukumannya. Upah dosa adalah maut! (Rm. 6.23) Kematian merupakan lawan dari kehidupan sempurna yang dijanjikan (sukacita, kekudusan dan kekekalan), dan oleh sebab itu kematian bukan sekadar semua derita yang kita alami ataupun terpisahnya jiwa dari badan, tetapi juga kematian spiritual dan kekal. Allah tidak menciptakan manusia untuk suatu akhir yang bernama kematian. Kematian menyusup ke dalam dunia sebagai buah dari dosa. Bahkan Allah sendiri adalah sumber kehidupan dari jiwa manusia. Jika Allah menarik kembali sumber kehidupan jiwa manusia, maka manusia akan mengalami kematian, yakni musnahnya kehidupan spiritual dan tiada habisnya manusia berkanjang dalam dosa dan penderitaan. (Bdk. Why. 3:1; Ef. 2:1-5; 5:14; Yoh. 5:24.)

Apa yang dapat kita katakan tentang semua ini?

Pertama, identitas yang sejati manusia adalah kebergantungan total kepada Allah dan kepatuhan mutlak kepada Allah. Kita perlu mengakui bahwa kita takkan mungkin hidup tanpa Allah. Manakala manusia tidak patuh kepada Allah, sesungguhnya manusia telah menjadi Allah untuk dirinya sendiri. Mengabaikan hukum-hukum Allah berarti manusia dengan congkaknya melucuti kedaulatan Allah atas dirinya!

Kedua, kita tahu akhir kisah dari moyang kita Adam. Ia memberontak kepada Allah. Itu berarti kita pun memberontak kepada Allah. Lho, tindakan Adam kan bukan salah kita? Kita tidak memilih Adam sebagai nenek moyang kita! Seandainya kita berada di posisi Adam, belum tentu kita tidak patuh kepada Allah. O ... o ... o, justru ini telah membuktikan dosa Adam sudah mendarah daging di dalam kita! Dengan menolak dan menyalahkan Adam, kita telah membuktikan diri sebagai keturunan Adam! Bukankah tatkala moyang kita bersalah, mereka saling menyalahkan dan melempar tanggung jawab?

Ketiga, puji nama Tuhan! Sebab Allah tidak membiarkan kegagalan Adam menjadi kutuk untuk semua manusia. Tak ada yang sanggup memenuhi tuntutan kudus Allah di dalam Perjanjian Perbuatan itu. Namun dalam kemurahan dan maksud baik-Nya, Allah berkenan mengutus Tuhan Yesus Kristus yang tampil sebagai Adam Kedua, menundukkan diri kepada Allah, bahkan sampai menyerahkan diri-Nya sampai ke atas kayu salib, dan dibangkitkan dari antara orang mati. Kristuslah yang taat dan patuh secara total kepada Perjanjian Perbuatan. Oleh karena Dialah, kematian sebagai hukuman atas pelanggaran Perjanjian Perbuatan dikalahkan. Allah ganti menganugerahkan kehidupan bagi umat yang dipimpin oleh Kristus. Ya, kematian fisik masih akan kita alami. Tetapi jaminan kehidupan itu menjadi milik kita selamanya!

Panduan untuk refleksi dan diskusi:

1. Mengapa Kejadian 2.16-17 dapat disebut sebagai “Perjanjian Perbuatan”? Apa inti dari Perjanjian Perbuatan?
2. Apakah perintah Allah dalam ayat ini merupakan pemerkosaan terhadap kebebasan manusia? Terangkan.
3. Apa yang Allah janjikan kepada manusia bila mematuhi perjanjian ini? Apa pula hukuman atas ketidakpatuhan manusia?
4. Moyang Pertama kita, Adam, gagal mematuhi perjanjian ini. Adakah jalan keluar yang Allah sediakan? Terangkan.
5. Apa pentingnya pemahaman mengenai Perjanjian Perbuatan untuk kehidupan Anda, dalam bisnis dan pekerjaan, dalam pelayanan dan bermasyarakat?


TERPUJILAH ALLAH!

Tuesday, December 5, 2006

GOD’S GRANDEUR

GOD’S GRANDEUR


The world is charged with the grandeur of God,
It will flame out, like shining from shook foil;
It gathers to a greatness, like the ooze of oil
Crushed. Why do men then now not reck his rod?
Generations have trod, have trod, have trod;
And all is seared with trade; bleared, smeared with toil;
And wears man’s smudge and shares man’s smell: the soil
Is bare now, nor can foot feel, being shod.


And for all this, nature is never spent;
There lives the dearest freshness deep down things;
And though the last lights off the black West went
Oh, morning, at the brown brink eastward, springs—
Because the Holy Ghost over the bent
World broods with warm breast and with ah! bright wings.


(Gerard Manley Hopkins)

Taken from Untermeyer, L., ed. A Concise Treasury of Great Poems: English and American. New York: Permabooks, c.u. 1960 [1942]. p. 377.