Thursday, October 26, 2006

MENIMBANG-NIMBANG AJARAN (Bagian 1)

Menilai Pengajaran Mimbar



BILA ANDA . . .

1. Berdiri di mimbar, menghadap jemaat, sedang menyampaikan khotbah.

· Anda mengkhotbahkan sesuatu yang bertentangan dengan minat dan selera kebanyakan jemaat pada masa kini. Anda sadar, khotbah Anda ini akan menimbulkan kontroversi. Dan benar. Selesai berkhotbah, seorang jemaat yang kebetulan di kantor mempunyai kedudukan tinggi menjabat tangan Anda sambil berbisik di telinga Anda, “Pak, tadi ajarannya ada yang salah!” Bagaimana reaksi Anda?

· Tak berhenti di situ, sang bos mengumpulkan anak-anak buahnya yang kebetulan menjadi penatua jemaat dan berkata, “Piye itu khotbahnya Pendeta A, khotbah kok tidak benar ajarannya. Mbok ya yang begitu-begituan jangan dikhotbahkan!” Dua hari setelah itu, Anda mendengar seorang jemaat lain melayangkan surat kepada majelis jemaat gereja Anda, dan memang surat itu kemudian ditanggapi secara pro dan kontra di dalam rapat majelis tersebut. Bagaimana reaksi Anda?

Atau,

2. Sedang duduk di antara bangku-bangku jemaat, sedang mendengarkan seorang pendeta tamu sedang berkhotbah.

· Menurut Anda, khotbahnya tidak benar. Selama Anda menjadi orang Kristen, Anda mengerti ajaran tidak seperti yang Anda dengar pada Minggu pagi ini. Anda berpikir, khotbah itu bertabrakan dengan ayat ini dan ayat itu. Anda bersiap-siap mengkonfrontasi pendeta itu, atau menanyai gembala jemaat Anda, atau melayangkan surat kepada majelis jemaat. Tapi, ah nanti dulu! Anda memilih untuk berpikir dan tidak terburu-buru. Anda butuh merenung. Tapi Anda merasa bahwa pengajarannya itu betul-betul salah, sehingga Anda memilih untuk menanyai pendeta jemaat Anda (atau menulis surat kepada majelis jemaat).

· Namun Anda kecewa berat! Anda mencari kebenaran, dan Anda melemparkan pertanyaan-pertanyaan kritis, tetapi Anda malah menerima jawaban, “Jangan menghakimi!” dan “Bukan hak kita menghakimi!” Lho, lho, bukan itu maksud Anda!

Apakah kita boleh menilai ajaran? Boleh, dan bahkan harus! Sebab tidak semua ajaran benar. Tulisan saya berikutnya akan membahas ayat-ayat yang biasanya dipakai untuk mempersenjatai diri demi rasa aman agar tidak diserang, yaitu doa Tuhan Yesus di Yohanes 17 dan “Jangan kamu menghakimi” (Mat. 7.1). Untuk saat ini, saya akan mengajak Anda bagaimana bersikap bijak dalam menilai suatu ajaran. Kiranya bila Anda seorang pengkhotbah, marilah kita bersama-sama semakin bertanggung jawab dengan tugas yang dipercayakan kepada kita dan tidak perlu merasa diserang bila memang telah melakukan tugas yang Tuhan percayakan kepada kita. Bila Anda jemaat, kiranya Anda pun tidak lekas-lekas menelan apa yang diajarkan dari atas mimbar atau melalui media apa pun yang Anda sempat dengar atau saksikan.


DUA MACAM PENAFSIRAN

Banyak orang Kristen salah mengerti bahwa tugas menafsir itu sama dengan mengimajinasikan Alkitab menurut pikiran dan kehendak pribadi. Sehingga, penafsiran itu sangat berbahaya dan menentang Alkitab. Alkitab jangan ditafsir! Jangan dipikirkan susah-susah! Dibaca, lalu dilakukan saja dengan patuh total kepada Tuhan!

Namun, seperti yang dikatakan oleh seorang kawan saya, pemikiran tersebut sangat merendahkan Alkitab produk Lembaga Alkitab Indonesia. Ya, Alkitab yang setiap minggunya kita jinjing di tangan. Sebab, para tokoh di LAI adalah pakar-pakar di bidang penafsiran dan bahasa Alkitab. Untuk menerjemahkan, mereka harus melakukan penafsiran. Contoh:

Yohanes 4:35 Bukankah kamu mengatakan: Empat bulan lagi tibalah musim menuai? Tetapi Aku berkata kepadamu: Lihatlah sekelilingmu dan pandanglah ladang-ladang yang sudah menguning dan matang untuk dituai.”

Coba bandingkan dengan terjemahan the New Jerusalem Bible, terjemahan para pakar Katolik yang berusaha setia dengan bahas Alkitab,

Do you not have a saying: Four months and then the harvest? Well, I tell you, look around you, look at the fields; already they are white, ready for harvest!

Atau terjemahan the New American Standard Bible, hasil pakar Protestan yang juga berusaha setia dengan bahasa Alkitab,

"Do you not say, 'There are yet four months, and then comes the harvest '? Behold, I say to you, lift up your eyes and look on the fields, that they are white for harvest.

Anda melihat perbedaan antara “kuning” di LAI, dan “putih” di kedua terjemahan Inggris. Bahasa aslinya (Yunani) adalah “putih” (leukai). Kalau begitu, apakah Alkitab LAI keliru? Tidak! Sebab para ahli, setelah melakukan pertimbangan akademis yang panjang, menafsirkan kata tersebut dalam konteks Indonesia, kemudian melakukan kontekstualisasi. Di Indonesia, ladang yang sudah siap dituai selalu tampak kuning, bukan putih. Dan hal ini akan sangat memudahkan pembaca Indonesia.

Hal di atas adalah satu contoh yang sederhana. Masih banyak hal lain yang serupa dalam Alkitab kita. Tetapi satu hal yang kita perlu ingat yaitu, kita tak dapat menghindari penafsiran, sebab tanpa menafsir, Anda tidak pernah menjalankan Kitab Suci!

Anda mungkin akan berkata, “Saya hanya membaca Matius 5-7 dan kemudian saya melakukannya. Titik.”

Tetapi bila saya kemudian bertanya kepada Anda, “Menurut Anda apa arti ‘miskin di hadapan Allah,’ dan apa pentingnya untuk hidup Anda?”

Anda menjawab, “Hidup adanya di depan Allah, dan ucapan itu mengajar saya untuk hidup merendahkan diri di hadapan Allah, bagaikan orang yang miskin tak punya apa-apa.”

Nah, sesungguhnya Anda sudah menafsir! Bahwa menurut Anda isinya ayat itu seperti yang Anda ucapkan.

Jadi, tak pernah orang yang membaca Alkitab lepas dari penafsiran. Yang ada adalah penafsiran yang bertanggung jawab di satu sisi, atau penafsiran yang ekstrem di sisi lain.


PENAFSIRAN YANG BERTANGGUNG JAWAB

1. Berpusatkan Kristus (Christocentric)

Penafsiran yang benar akan meninggikan Kristus. Kristus yang mana? Kristus yang diberitakan oleh Kitab Suci, bukan yang diinginkan oleh jemaat pada masa kini! Bila banyak orang Kristen menantikan Kristus yang menjadi miskin supaya semua orang kaya, bahkan hidup berkelimpahan, lalu semua orang katakan “Amin!” maka Kristus yang seperti ini bukan yang dikabarkan oleh Kitab Suci.

Kristus yang selaras dengan berita Kitab Suci adalah Kristus yang memenuhi pengharapan PL serta digemakan kedatangan-Nya oleh para rasul-Nya. Kristus yang menderita, disalib, dan dibangkitkan. Kristus adalah Mesias, dan setiap orang yang percaya kepada-Nya bersembah sujud dengan patuh. Tanpa ada embel-embel supaya Kristus itu memberi sesuatu dengan berlimpah-limpah. Kristus itu sudah terlebih dahulu memberikan segala sesuatu, bahkan yang terbaik.

2. Menyejarah (Historic)

Iman Kristen adalah iman yang hadir dalam sejarah. Penggalian arkeologis dan penemuan ilmu pengetahuan meneguhkan berita Alkitab, sekalipun kebenaran berita Alkitab tidak bergantung kepada penemuan-penemuan arkeologis tersebut. Berita Alkitab koheren dalam berita dari awal sampai akhirnya, berkisah tentang tindakan Allah di dalam semesta.

Tetapi hal yang lebih penting adalah bahwa berita Alkitab menyentuh jantung kehidupan sejarah umat manusia yang paling dalam. Kebenaran Alkitab tidak hanya mengatakan sesuatu perihal hidup setelah kematian. Allah hadir dalam sejarah dunia. Allah bertindak di sepanjang sejarah dunia. Allah menguasai sejarah dunia. Allah adalah pengharapan sejarah dunia. Mesias Yesus adalah sosok pribadi yang hadir tepat di pusat sejarah dunia. Ia adalah tokoh yang hidup dalam sejarah. Oleh sebab itu, untuk menjadi pengajar Alkitab yang bertanggung jawab, seseorang perlu mempelajari sejarah Alkitab secara cermat dan bersungguh-sungguh.

3. Kanonik (Canonic)

Berita Alkitab utuh, dari awal sampai akhir. Tidak ada pengajaran di dalamnya yang khilaf atau menyesatkan. Pengajaran di PL diteguhkan dan digenapi di PB. PL tidak pernah bertentangan dengan PB. PB menafsirkan berita PL dengan setia. PB merupakan penggenapan berita PL. Karena itu ajaran yang benar bukan ditentukan pada berapa banyak ayat yang dikutip, tetapi apakah ayat tersebut benar bila ditelaah dari kacamata teologi alkitabiah dari PL sampai ke PB. Karena itu, hendaklah kita waspada dengan pengajaran “asal banyak ayatnya” untuk membangun pengajaran-pengajaran tertentu. Di sinilah penting untuk sedapat mungkin menguasai bahasa asli Alkitab dan mengerti teologi biblika.

4. Katolik (Catholic)

Apa artinya? Kita bukan penafsir pertama Alkitab! Kita menafsirkan Alkitab bersama dengan orang-orang percaya sepanjang zaman di segala tempat! Alkitab tidak pernah mengajarkan sesuatu yang sama sekali baru, yang belum pernah dipikirkan atau dirumuskan oleh orang lain. Dalam hal ini, kita perlu rendah hati, bahwa penafsiran harus berada dalam terang Gereja Tuhan dari mulai berdirinya sampai pada masa sekarang ini! Untuk itu, kita pun perlu mendengarkan perkataan Bapa-bapa Gereja yang telah bergumul dengan Kitab Suci, merumuskan ajaran-ajaran pokok Kekristenan dan menghadapi ajaran-ajaran sesat pada zamannya.

Mengapa perlu belajar kepada Bapa Gereja? Apakah mereka tidak dapat salah? Bisa! Tetapi ada hal-hal pokok yang mereka wariskan kepada Gereja yang masih dipegang oleh gereja sampai saat ini. Contohnya: Keilahian dan kemanusiaan Kristus, merupakan hasil pergumulan Bapa-bapa Gereja di Konsili Kalsedon (451 M.). Para reformator arus utama, misalnya Luther, adalah seorang yang kritis dengan Gereja Katolik, tetapi ia adalah “murid” Augustinus yang setia, dengan membaca tinggalan-tinggalan tulisan Augustinus. Calvin juga belajar banyak dari Bapa-bapa Gereja, bahkan ia kagum dengan mistikus Katolik Bernard dari Clairvaux. Sebaliknya, bidat-bidat biasanya mengabaikan belajar dari bapa-bapa gereja, dan kemudian mengajarkan sesuatu yang aneh, yang asing, meskipun menarik!


PENAFSIRAN YANG EKSTREM

1. Berpusat pada manusia (Anthropocentric)

Penafsiran ditujukan memberi janji-janji yang menyenangkan kepada manusia. Segala yang dilakukan Allah ditujukan semata-mata untuk kepentingan manusia. Dan, Allah senang melakukannya demi kita. Apa yang kita minta, maka name it and claim it!, maka kun faya kun! Pasti jadi! Apa yang kita minta? Kesembuhan? Kelimpahan? Tuhan yang kaya tidak akan kekurangan cara untuk memenuhkan hal ini.

Penafsiran corak ini adalah yang ditentang oleh Luther dalam Disputasi (Perdebatan) di Heidelberg (1519) sebagai “teologi kemuliaan,” yaitu memuliakan manusia atau seperti yang diungkapkan Dietrich Bonhoeffer, “anugerah yang murahan” (dalam bukunya Nachfolge atau terj. Inggris The Cost of Discipleship).

2. Tidak Menyejarah (Ahistoric)

Ditandai dengan dualisme surga-neraka, berkat bagi umat Allah-kutuk bagi yang bukan umat, iman-tidak beriman. Mengabaikan latar belakang sejarah dan kondisi sosio-politik dan sosio-ekonomi zaman PL maupun PB. Alkitab dikutip dengan sembarangan supaya pas untuk selera dan minat jemaat.

Di sisi lain ada pula pengajar Alkitab yang memperlakukan Alkitab sebagai gudang “kebenaran abadi,” doktrin-doktrin spekulatif yang dicari pembenarannya melalui ayat-ayat Alkitab.

3. Esoteris (Esoteric)

“Esoteris” dapat berarti hanya dapat dimengerti oleh sekelompok eksklusif, atau sulit untuk dipahami, atau bisa pula rahasia dan sangat rahasia. Biasanya pengajaran seperti ini mengarah kepada dua tingkat orang percaya: yang biasa dan yang rohani. Pengajaran Kristen akhir-akhir ini diwarnai oleh corak penafsiran seperti ini. Bila tidak memiliki karunia rohani tertentu, maka belum mendapat kepenuhan sebagai anak Allah. Bahasa roh yang berupa ceracauan asing biasanya yang diunggulkan.

Atau di pihak lain kebangkitan Gnostisisme mengajarkan bahwa setiap orang harus mencari “terang primordial,” yaitu kemampuan untuk mengalami yang ilahi sejak zaman penciptaan manusia pertama, yang tidak terusakkan oleh dosa, hanya belum disadari saja oleh manusia.

4. Eksentrik (Eccentric)

Istilah Inggris lainnya untuk eccentric adalah whimsical, yang berarti (i) imajinatif dan impulsif; (ii) agak janggal; (iii) sulit ditebak. Jadi, penafsiran yang eksentrik ditandai dengan benar sendiri. Tidak perlu dicek dan ditegaskan oleh yang lain. Penafsiran saya adalah yang benar, sedangkan yang lain-lain keliru. Orang seperti ini cenderung menganggap semua penafsir Alkitab sebagai orang-orang yang membual dan mengatakan hal omong kosong. Jelaslah, orang seperti ini tidak akan bersedia untuk belajar dari bapa-bapa gereja!


KESIMPULAN

Tanggung jawab seorang pelayan firman Allah tidaklah mudah! Tugasnya memuliakan Kristus, belajar sejarah, mengenal pengajaran Kitab Suci baik-baik, dan berusaha selaras dengan pengajaran Gereja Kristus sepanjang zaman.

Sedangkan, tanggung jawab jemaat tak kalah pentingnya! Implikasi-implikasi kritis maupun praktis dari khotbah perlu dipikirkan. Kemudian, jemaat perlu bertanya, bagaimana khotbah ini mengantar saya semakin menundukkan diri kepada Kristus? Apakah dengan khotbah ini saya semakin diajak mengenal Kitab Suci? Apakah saya dituntun untuk melihat panorama Alkitab nan indah itu? Dan, apakah saya diantar sampai kepada iman yang diajarkan oleh para rasul dan disaksikan oleh bapa-bapa gereja?

Marilah kita tidak lelah mencintai Kitab Suci dengan terus rindu untuk mempelajarinya. Beli dan baca buku-buku yang bermanfaat untuk memperkaya pemahaman kita akan kekayaan Alkitab. Sediakan waktu untuk menelaah Kitab Suci baik secara pribadi maupun berkelompok. Baca juga buku-buku teologi sistematik atau dogmatika yang baik.

Bila Anda masih memiliki kebimbangan dengan apa yang Anda terima, jangan ragu untuk bertanya kepada rohaniwan yang benar-benar mengabdikan diri untuk mempelajari Alkitab dengan sungguh-sungguh. Tidak semua orang mengajarkan Alkitab dengan benar. Tetapi, Tuhan selalu mengutus “gembala-gembala yang adalah pengajar-pengajar” di dalam gereja (perhatikan Ef. 4.11, dalam bahasa asli, tous de poimenas kai didaskalous). Sedikit memang, tetapi bukan mustahil untuk dijumpai. (261006)

TERPUJILAH KRISTUS!

1 comment:

  1. Dear My Fellow and My "Theology Mentor"

    Good reflection...
    Bgm kalau tulisannya dibuat agak pendek-pendek... Macam Flash script geeto loh...
    Biar baca online-nya gak cape...
    Thanks buat insights-nye...
    God bless u...

    ReplyDelete