Thursday, October 26, 2006

MENIMBANG-NIMBANG AJARAN (Bagian 2)

Kristus Memohonkan Persatuan Umat



DOA YESUS

Harus diakui, akan selalu ada ketegangan antara integritas doktrinal dengan persatuan. Tuhan Yesus mendoakan keduanya, dan adalah tugas kita untuk menemukan titik kesetimbangan antarkeduanya. Ia berdoa, “Ya Bapa yang kudus, peliharalah mereka dalam nama-Mu, yaitu nama-Mu yang telah Engkau berikan kepada-Ku, supaya mereka menjadi satu sama seperti Kita” (Yoh. 17.11).

Pada kali yang kedua, Ia lagi-lagi berdoa, “supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku” (ay. 21).

Kesatuan yang Kristus doakan sangatlah powerful, sampai-sampai dunia harus melihat, memperhatikan dan kemudian percaya kepada-Nya. Benar, inilah kesatuan yang tampak, kredibel, serta adikodrati.

Sehingga, bila kita mengatakan suatu ajaran “sesat!” atau “salah!”, bukankah hal tersebut menentang doa Tuhan Gereja?


CERMATI . . .

Pertama, Tuhan berdoa hanya bagi kesatuan umat-Nya yang sejati.

Mereka ini diterangkan yang diberikan oleh Bapa (ay. 6) dan taat kepada firman Bapa (ay. 6). Doa-Nya ditujukan demi mereka yang mengenal keunikan-Nya. Ia mendoakan mereka yang mengenal Dia sebagai nabi, ya benar!, tetapi lebih dari sekadar nabi, doa-Nya adalah bagi mereka yang percaya di dalam nama-Nya.

“Bukan untuk dunia Aku berdoa,” kata Tuhan, “tetapi untuk mereka yang telah Engkau berikan kepada-Ku, sebab mereka adalah milik-Mu” (ay. 9). Yesus tidak pernah berdoa bagi Yudas; sebab tak sejangka waktu pun Yudas adalah milik-Nya (ay. 12). Ia hanya berdoa bagi orang-orang yang mengikut Dia, sehingga kuasa jahat tak dapat merusakkan kesatuan mereka.

Dapat dipastikan, Tuhan Yesus tidak berdoa untuk semua pihak yang menyebut diri beragama Kristen! Bukan pula untuk terwujudnya kekaisaran Kristen yang mendunia. Doa ini bukan untuk kesatuan organisatoris yang terlihat dari gereja, tanpa memandang ajaran dan keyakinan. Pada masa Reformasi, gereja Katolik Roma telah melenceng dari ajaran Alkitab yang sejati, khususnya perihal doktrin keselamatan. Sehingga, para reformator jelas-jelas enggan untuk menyatakan persetujuan dengan gereja yang telah khilaf dengan seriusnya. Persatuan dengan orang percaya, YA!; persatuan dengan Injil yang keliru, TIDAK!

Kedua, Tuhan berdoa supaya kesatuan ini menjadi kesatuan yang ditopang oleh kebenaran.

“Kuduskanlah mereka dalam kebenaran; firman-Mu adalah kebenaran” (ay. 17). Ia berdoa demi pemurnian gereja; Ia berdoa agar umat-Nya dipisahkan bagi kepujian dan alat kemuliaan Bapa. Ia meminta agar gereja-Nya menjadi benar, terpisah dari dunia, dan memegang teguh misinya. “Sama seperti Engkau telah mengutus Aku ke dalam dunia, demikian pula Aku telah mengutus mereka ke dalam dunia” (ay. 18).

Apa yang harus dilihat oleh dunia ketika ia mengamat-amati gereja?

Dunia harus tertarik dengan kesatuan kita yang dapat dipertanggungjawabkan, yaitu berdasarkan kebenaran. Sejarah gereja dipenuhi contoh-contoh mengenai perpecahan gereja yang sama sekali tidak perlu, baik yang disebabkan oleh minat pribadi maupun urusan-urusan tetek bengek. Perpecahan di tubuh Protestanisme juga sering menjadi skandal yang membuat dunia mencibirkan bibir kepada gereja. Namun, kita tak mungkin dapat memenuhi doa Tuhan Yesus dengan mengorbankan perbedaan-perbedaan yang nyata-nyata, khususnya ketika perbedaan tersebut berasaskan jantung hati Injil.

Orang-orang akan terkesan bila kita menjadi suatu komunitas yang mau peduli dan rela berkorban demi sesama. Lingkungan rumah tangga kita diwarnai oleh pemberontakan, perasaan tidak layak, dan hanya melalui persahabatan yang mendalam hal ini dapat mulai diatasi. Tiap individu yang memegang teguh Injil rela turun dan bergandengan tangan dengan kaum skeptis bahkan ateis untuk menciptakan dunia yang lebih baik pasti akan meneguhkan kredibilitas berita kita. Kita harus berkomitmen dalam menolong kaum papa, berdiri di pihak yang tertindas, dan memberi diri bagi mereka yang merasa Kekristenan tak lagi relevan.

Sekadar argumentasi intelek tak dapat memenangkan suatu generasi yang bersekolah di institusi yang tidak mementingkan konsistensi atau bukti-bukti rasional. Kekristenan, yang memang bertumbuh kembang dalam konteks sejarah dan penalaran, akan sulit bersaing dengan dunia yang makin mengabaikan fungsi rasionalitas. Tetapi suatu gaya hidup yang mengabdi untuk perbaikan hidup orang lain akan sulit ditolak. Sebagaimana pernah diungkapkan oleh Francis Schaeffer, gereja lokal “should not only be right, but beautiful.” Kasih akan memenangkan mereka.

Ketiga, Tuhan mendoakan kekudusan gereja.

“Aku tidak meminta, supaya Engkau mengambil mereka dari dunia, tetapi supaya Engkau melindungi mereka dari pada yang jahat. Mereka bukan dari dunia, sama seperti Aku bukan dari dunia. Kuduskanlah mereka dalam kebenaran; firman-Mu adalah kebenaran” (Yoh. 17.15-17).

Gereja harus dikuduskan, yaitu menjadi komunitas orang percaya yang memeluk integritas yang tinggi, kemurnian dan kasih yang hidup kepada Allah. Nilai-nilai dunia harus ditolak; sesungguhnya, Alkitab menyaksikan bahwa seseorang yang mengasihi dunia, maka “kasih akan Bapa tidak ada di dalam orang itu” (1Yoh. 2.15).

Mari kita camkan ini, kasih di dalam gereja menarik dunia; kekudusan di dalam gereja meyakinkan dunia. Pada gereja mula-mula, rasa takut yang sangat merasuki orang-orang pada zaman itu karena mereka melihat bahwa gereja benar-benar kuat dalam disiplin dan hidup yang kudus. Sayangnya, tatkala dunia mengamat-amati gereja pada masa kini, dunia menemukan bahwa kasih itu digeser dengan toleransi, membiarkan orang lain berbuat menurut keinginannya, tetapi jarang dunia melihat suatu komitmen terhadap hidup kudus.

Jika panggilan kepada hidup kudus ditaati, maka kita harus memiliki kemampuan untuk membedakan roh (discernment). Dipisahkan bagi Allah berarti bahwa kita mampu mengidentifikasi nilai-nilai dunia dan kita pada akhirnya memilih untuk hidup dalam irama yang sama sekali berbeda. Berada di dalam dunia tetapi bukan dari dunia itulah tantangan di depan kita.


PENUTUP

Bagaimanakah kita dapat menyaksikan Kristus dengan efektif di tengah-tengah kedangkalan serta bualan-bualan berbungkus religi pada zaman ini, juga corak-corak religiusitas yang kian individualistik? Bagaimanakah kita mampu menyeimbangkan integritas doktrinal dengan kesatuan tubuh Kristus? Yaitu bila kita mendengarkan sekali lagi tuntutan yang didoakan Tuhan Yesus: Untuk membaktikan kembali diri kita kepada kebenaran-kebenaran yang telah membuat gereja besar dan tersebar ke seluruh dunia. Satu iman, yaitu iman yang diwariskan para rasul dan seperti yang disaksikan para nabi, dan digemakan oleh gereja di sepanjang zaman.

Simak kata-kata mantan Uskup Agung Canterbury, alm. William Temple,

“If your conception of God is radically false, then the more devout you are the worse it will be for you. You are opening your soul to be moulded by something base. You had much better be an atheist.”

TERPUJILAH ALLAH!

2 comments:

  1. wah cepet banget sudah di update.
    mikirin hub antara pengajaran dan kesatuan memang gak gampang. setiap gereja merasa dirinya benar. nanti kalau ada satu merasa satu-satunya yang benar juga sulit. nanti gereja yang lain ditindas seperti injil kanonik menindas injil gnostik karena merasa benar.
    tapi kalau gak bersatu berarti doa Yesus gak terkabul. berabe juga. kalau Yesus aja doanya gak dijawab apalagi kita.
    perjuangan untuk mencapai kebenaran pengajaran memang gak pernah selesai. kalau memang niat. tapi anehnya buat mereka yang gak niat, perjuangan mencari kebenarannya malah sudah selesai. (Nyindir gereja yang ogah ngajarin doktrin). soalnya buat mereka doktrin gak penting. wah self destructing faktor. berarti di gereja tersebut gak ada yang penting. katanya Yesus tidak ngajarin doktrin. wah berarti ajaran ini gak penting juga. Yesusjadi gak penting. Ajaran memang jadi nomor sekian dalam gereja, makanya repot mempertahankan ajaran dan menjunjung persatuan antar gereja.
    Pusing !@#%$
    Tapi dunia sekarang tidak mikirin hal itu. hidup gak harus konsisten. pemikiran tidak masalah terpecah belah. pragmatis aja. sesuai kebutuhan. ajaran dalam gereja di jaman modern tur majemuk ini kurang diperlukan. ya buat sambil lalu aja. urusan yang buat banyak waktu kaya Bung Nindyo aja. gitu kan pemikiran jaman sekarang..
    sudah gak mikirin ajaran gereja lagi. saya appreciated dgn blogger ini untuk mengembalikan kekuatan ajaran dalam gereja.

    Sukses dalam Tuhan !!!!!

    William T (Tanujaya bukan Temple, kalau Temple itu uskup dari ansburry, kalau yang ini uskup dari Teh Tong Tji)

    ReplyDelete
  2. Ngomongin ajaran di gereja? Wah, aku nggak tahu, apakah ketika aku sudah pulang ke Rumah Bapa apakah gereja tempat aku ibadah selama ini "sempat" ngajarkan ajaran yang mumpuni dan kokoh. Tiap Minggu saja aku harus berjuang untuk sabar mendengar khotbah-khotbah yang "mumet" nggak tahu "jeluntrung"nya. Jadi tiap ibadah ke gereja, aku harus berperang di dalam dua pilihan: mendapat ajaran yang segar dan berbobot atau tetap setia pada komunita yang ada. Syukur, aku masih memilih pilihan kedua hingga saat ini (atau memang karena nggak ada pilihan?). Kata orang Jawa Timur, "Mboh wis..."
    Keep fighting 4 Christ, Prenz...

    ReplyDelete