Tuesday, October 24, 2006

Transforming Christian Action

TRANSFORMING CHRISTIAN ACTION
ATAU, MENGAPA ORANG LAIN HARUS PEDULI
KEBERADAAN REMAJA KRISTEN?

Disampaikan dalam Youth Leadership Camp I
Komisi Remaja PGMW III dengan tema A Passion for God's Glory


Masa Kritis!

Kawan-kawan remaja, kita hidup dalam masa yang sangat kritis. Saya memakai kata “kritis” sebab apa yang akan terjadi pada masa depan sesungguhnya bergantung pada apa yang sedang kita lakukan pada saat ini. Dengan perkataan lain, apa yang kita lakukan pada masa kini menentukan masa depan kita. O ya, kita percaya segala sesuatu terjadi atas ketetapan Allah. Masa depan tetaplah milik-Nya. Baiklah kita menginsyafi bahwa kita hidup dalam bentangan pengharapan already-not yet. Allah telah memancangkan patok-patok Kerajaan Allah di atas muka bumi yang kita tinggali manakala Ia mengutus Putra Tunggal-Nya ke dunia untuk mati dan dibangkitkan menjadi Mesias dan Tuhan. Tetapi tata Kerajaan Allah baru hadir kelak ketika Kristus datang kedua kalinya. Di ujung sejarah dunia akan hadirlah tatanan baru atau masyarakat baru yang dipimpin oleh Allah sendiri yang akan menyudahi semua tatanan masa kini yang telah korup dan rusak. Nah, Allah menempatkan kita—anak-anak muda Kristiani—dalam “masa antara” untuk menyongsong tatanan baru itu hadir dalam kepenuhannya.

Praktisnya begini. Cobalah berpikir sejenak dan pandang sekitar kita. Kita yang tinggal di Dunia Ketiga tak habis-habisnya mendengar berita tentang ketidakadilan, kekurangan gizi, kesengsaraan, bencana baik yang disebabkan karena alam maupun situasi ups and downs-nya politik dan ekonomi. Kita tentu harus prihatin. Marilah kita turut menitikkan air mata bersama saudara-saudara kita di Yogya dan sekitarnya yang baru saja mengalami gempa; juga Aceh dan Nias yang kondisi mental masyarakat yang mengalami musibah belum juga pulih. Belum lagi kita melongok ke Zambia yang mengalami kekeringan dan paceklik berkepanjangan; atau Thailand di mana perempuan-perempuan muda belia telah menceburkan diri dalam lembah gelap sebagai PSK (pekerja seks komersial), karena begitu sulitnya mendapatkan pekerjaan. Angka pengangguran merangkak naik! Belum lagi korupsi yang sudah menjadi rahasia umum oleh pemerintah kita sendiri.

Saya bahkan berani mengatakan bahwa Allah menyerahkan masa yang kritis ini kepada kita! Ya, kepada kita anak-anak muda! Kepada kita remaja-remaja Kristen! Kepada kita tulang punggung gereja! Kepada kita wahai para pewaris jiwa dan semangat kaum Anabaptis-Mennonite! Allah menyerahkan suatu beban yang mahabesar! Suatu beban untuk menentukan masa depan! Suatu beban untuk membangun satu dunia yang baru!


Kegagalan-kegagalan Kristen

Ironis! Sejarah menguak fakta di sana-sini bahwa penyandang-penyandang nama Kristen justru gagal dalam panggilannya untuk memperbarui dunia. Ketimbang menjadi agen-agen Allah untuk membawa pembaruan bagi dunia, serta menyajikan gaya hidup yang berbeda (Roma 12.2), banyak orang Kristen justru berkompromi dengan dunia dan menenggelamkan diri dalam cetakan dunia. Tanpa terkecuali dengan remaja-remaja Kristen! Berkedok jargon atau aktivitas Kristiani, gereja memboyong masuk apa yang ada di dalam dunia ke dalam hidup dan gerak gereja. Dalihnya, “Kita harus mengikut arus tanpa terbawa arus!”

Pertama, marilah kita mencermati praktik penyembahan di gereja. Satu contoh. Gereja mega besar Chrystal Cathedral di Garden Grove, California kerap mengundang pemain baseball Los Angeles Dodger, Tommy Lasorda, sebagai tamu undangan, untuk bersaksi bagaimana ia wins and losses. Menang dalam pertandingan tetapi bukan kalah dalam pertandingan juga, lho! Tetapi bagaimana ia loses berat badannya sehingga tetap langsing! Coba perhatikan, teologi sukses yang diutamakan! Di Indonesia toh sama saja. Pengunjung gereja menjadi jenuh dengan gaya konvensional ibadah dan memulai satu gaya baru penyembahan plus. Plus pembicara yang segar dari papan atas. Plus selebriti dan mantan dukun yang dibayar mahal untuk menyaksikan berita yang isinya ya itu-itu saja. Semua yang dilakukan dalam ibadah dan penyembahan Kristen kini diarahkan kepada tersentuhnya emosi pengunjung gereja. Gereja dituntut untuk inovatif dalam penyembahan.

Kalau kita berani jujur, hal ini terjadi bukan oleh sebab kita mempelajari Alkitab dengan setia dan penuh doa, tetapi kecemasan bila tak lama setelah itu mimbar-mimbar akan kosong pemirsa. Maka tak jarang gereja kemudian mengutus “delegasi-delegasi” untuk studi banding ke mega churches di luar negeri, dan pulang dengan segudang ide-ide segar dari Amerika Utara untuk dapat diadopsi dan diimpor oleh gereja lokal.

Kedua, banyak orang Kristen aktif, tetapi gagal untuk mendayagunakan intelektualitas. Gereja memang mempunyai perencanaan-perencanaan penggembalaan yang mengajak jemaat untuk hidup sederhana, mengumpulkan uang bagi diakonia, atau membangun gereja dalam satu denominasi yang sama. Tetapi coba perhatikan, apakah ada program gereja yang memperlengkapi kaum mudanya dengan kecakapan berpikir secara Kristiani? Apa yang telah diupayakan oleh gereja untuk menolong anak-anaknya untuk melatih kaum mudanya dengan membangun wawasan Kristen? Nampaknya banyak gereja, dalam pengamatan saya, tidak lagi berminat untuk hal yang satu ini.

Tiga orang pemikir Kristen kontemporer, yakni Mark A. Noll, Cornelius Plantinga dan David F. Wells mengamati tren gereja Injili di Amerika, dan menyimpulkan bahwa “dalam berbagai bidang, gereja Injili telah jelas-jelas duniawi, menerima tanpa memperdebatkan, tanpa mempertanyakan—bahkan tanpa mengujinya—cara berpikir, praktik-praktik dan wawasan hidup kebudayaan Amerika.” Ah—keluhku—kayaknya sama saja dengan di Indonesia.

Ketiga, gaya hidup egosentris yang samar-samar. Percaya atau tidak, gaya spiritualitas Kristen kian lama kian individualistik. Betapa tidak! Cobalah bertanya, mengapa kita ke gereja? Sebab kita menyukai gaya ibadah gereja kita. Rame! Energik! Menyentuh perasaan! Itulah yang saya inginkan! Apa isi doa-doa kita? Supaya Tuhan menyembuhkan sakitku. Supaya Tuhan mencukupkan kebutuhanku. Supaya Tuhan menyelamatkanku dari segala kecelakaan. Lagu-lagu yang kita sukai, bukankah berkisar kepeduliaan dan perhatian Allah kepada kita secara individu? Muara dari semua kegagalan di atas yakni hilangnya identitas Kristen di dalam aksi-aksi kita. Kita sekadar orang-orang yang berkumpul layaknya klub sosial dengan minat-minat yang nyaris sama. Kita melakukan banyak kegiatan untuk menyenangkan perasaan pribadi.

Tugas kita tidaklah mudah, kawan-kawan. Ingatlah selalu firman Tuhan,

“Tetapi kuduskanlah Kristus dalam harimu sebagai Tuhan! Dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat dan dengan hati nurani yang murni, supaya mereka, yang memfitnah kamu karena hidupmu yang saleh dalam Kristus, menjadi malu karena fitnahan mereka itu” (1Ptr. 3.15).

Memeriksa Hidup

Ada orang yang mengatakan bahwa remaja tidak menyukai doktrin. Remaja lebih suka aktivitas yang menantang dan yang mengeluarkan energi. Kenyataannya sih begitu di berbagai tempat. Tetapi benarkah sikap ini dimiliki oleh kaum muda? Apa sih doktrin itu? Coba perhatikan nasihat rasul Paulus kepada Timotius,

“Sementara itu, sampai aku datang bertekunlah dalam membaca Kitab-kitab Suci, dalam membangun dan dalam pengajaran [sic.]” (1Tim. 4.13).

“Peganglah segala sesuatu yang telah engkau dengar daripadaku sebagai contoh ajaran yang sehat dan lakukanlah itu dalam iman dan kasih dalam Kristus Yesus (2Tim. 1.13).

“Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran” (2Tim. 4.2).

Jadi, doktrin tak lain dan tak bukan adalah “pengajaran.” Sebab itu, bila kita benar-benar berdiri di atas Injil Kristus dan setia dalam pemberitaan para rasul, kita dipanggil untuk mempertahankan kebenaran pengajaran. Dan, kita harus dengan tegas menolak ajaran-ajaran yang sesat (Gal. 1.7-9).

Dalam Kolose 2.6-7 rasul Paulus menulis,

Kamu telah menerima Kristus Yesus, Tuhan kita. Karena itu hendaklah hidupmu tetap di dalam Dia. Hendaklah kamu berakar di dalam Dia dan dibangun di atas Dia, hendaklah kamu bertambah teguh dalam iman yang telah diajarkan kepadamu, dan hendaklah hatimu melimpah dengan syukur.
Rasul berbicara mengenai tanggung jawab orang percaya untuk makin bertumbuh dalam hidup kerohanian. Tetapi untuk dapat bertumbuh, seseorang harus menerima Kristus. Di sini “menerima” bukan pengalaman subjektif! Tetapi menerima pengajaran atau doktrin tentang Kristus! Latar belakang budaya dari kata “menerima” adalah seorang rabbi Yahudi yang mengajar muridnya, kemudian sang murid menerima pengajaran gurunya itu. Kalau begitu, yang rasul sedang maksudkan adalah pertumbuhan rohani yang dimulai dari pengenalan akan doktrin Kristologi. Coba sekarang periksa diri, apakah Anda sudah mengerti doktrin tentang Kristus?

Jikalau remaja alergi terhadap doktrin, maka masih perlukah kita mengkhotbahkan Alkitab di dalam gereja? Apakah kita masih memerlukan Alkitab sebagai dasar fundamental dalam kehidupan Kristiani? Ke-66 buku di dalam buku tebal itu sebenarnya karangan para teolog, lho! Mereka punya kerangka teologis yang dalam pemeliharaan Tuhan kok sama dan saling mendukung! Nggak yakin? Sekarang, apa Anda setuju kalau nanti Wahyu ditempatkan di tempat paling depan, sedangkan Kejadian di tempat yang paling belakang? Tentu tidak. Mengapa? Karena ada “maksud” tertentu mengapa Kejadian ditaruh di muka. “Maksud” itu adalah kerangka doktrinal! Yaitu, “Sejarah Penyelamatan Umat Allah dari awal sampai akhir.”

Lalu, apa kaitannya doktrin dengan aksi-aksi kita? Kita harus percaya bahwa beragama itu bukan sekadar masalah emosi dan afeksi. Emosi di mana kita merasa greng dalam kebaktian. Afeksi di mana kita menyatakan kasih kepada sesama saudara. Hidup Kristiani itu utuh, yaitu menghayati tujuan utama hidup manusia—untuk memuliakan Allah dan menikmati Dia selama-lamanya! To glorify God and enjoy Him forever! Kita mengejarnya (sama seperti rasul Paulus di Filipi 3.12). Mengerti inti pengajaran Kristen menjaga kita dari kompromi dan memimpin kita untuk bertumbuh dari hari ke hari di dalam anugerah sehingga kita bergaul intim dengan Allah. Setiap orang yang mengerti bahwa makna hidupnya adalah bagi kemuliaan Allah, akan memiliki semangat yang tinggi untuk bekerja bagi Allah! (sambil kita mengingat pula peringatan firman Tuhan di Roma 10.2, 3).

So What, Gitu Loh?

Kita merindukan, apa yang kita kerjakan pada masa kini bukan sekadar “revolusi yang berbeda” dari generasi orang tua kita. Kita menuding mereka terlalu kuno dan tidak bisa mengikuti keinginan remaja. Kata orang Inggris, orang-orang tipe ini diibaratkan sebagai “lumba-lumba yang kebutuhannya hanya dapat dipenuhi di dalam kolam pertunjukan.”

Pertama, persembahkanlah hati bagi Allah. Bila kita ini pengikut Kristus, kita ini adalah warga Kerajaan Allah. Kristus menghendaki kita untuk memperjuangkan Kerajaan-Nya (strive first the Kingdom of God!, Mat. 6.33). Hidup kita adalah milik Allah, dan oleh sebab itu kita sekarang mempersembahkan hati kita kepada Allah. Kita berjuang, kita bertindak, kita melayani sesungguhnya kita berpartisipasi di dalam Kerajaan Allah. Kita menghendaki program-program kita tidak menjadi sia-sia bila kita arahkan untuk membangun tatanan baru itu di atas dunia.

Nah, apakah remaja masih akan meributkan model-model ibadah? Nampaknya perlu kita belajar untuk menghayati tata ibadah yang benar, yang berdasarkan kaidah firman Allah tentu saja.

Kedua, bertekunlah selalu di dalam firman. Ingatlah bahwa para pendahulu iman kita, kaum Anabaptis-Mennonite, adalah kaum yang rajin mempelajari Alkitab, dan berusaha dengan sekuat tenaga untuk mencocokkan hidup sehari-hari berdasarkan petunjuk firman. Marilah kita menundukan perasaan, akal budi dan hati kita untuk mempelajari firman Allah secara serius! Kita harus belajar doktrin dengan cermat. Sebab itu, biarlah pengajaran yang benar dari Alkitab sebagai Firman Allah, doktrin yang benar dari Gereja Tuhan, fondasi yang benar yang di atasnya Gereja berdiri atau runtuh, menerangi setiap tindakan kita.

Ketiga, Komisi Remaja PGMW III perlu menggiatkan program pengaderan pada tahun program yang akan datang. Di setiap gereja, temukanlah kader-kader penerus kepengurusan (bahkan jauh di masa depan calon-calon majelis jemaat) yang memiliki semangat dan visi bersama untuk membangun GKMI masa depan. Latihlah para kader itu dan buatlah program pembinaan yang kontinu. Eratkan persatuan antarkomisi remaja dengan pembinaan yang kian mengarah kepada pembangunan tubuh Kristus.

Mengapa kita butuh kader-kader? Untuk masa depan GKMI, adalah satu hal. Hal penting lainnya adalah bahwa kader menjadi teladan/contoh “remaja Kristen” yang sebenarnya bagi rekan-rekannya. Adalah lebih mudah teladan itu datang dari Anda-anda sendiri sebagai remaja.

Sebagai penutup, mengapa orang lain harus peduli dengan keberadaan remaja?

Sebab kita adalah generasi muda GKMI, generasi muda Mennonite, yang memiliki visi yang jelas dalam hidup kita: bahwa tujuan hidup kita adalah untuk memuliakan Allah dan menikmati Dia selama-lamanya!

Sebab kita bertekad menjadi ecclessia militans, “gereja yang militan”—yang penuh semangat berapa pun harga yang harus kita bayarkan!

Sebab kita adalah umat yang baru dari Allah yang hidup dan benar, yang berkomitmen untuk mengetahui kehendak Allah melalui Alkitab sebagai Firman Allah yang berdaulat.

Sebab kita tidak menggantungkan tindakan kita pada minat-minat individual yang berpusatkan pada emosi sesaat, tetapi berfokus pada hadirnya Kerajaan Allah di atas “dunia milik Sang Bapa.”

Sebab kita adalah remaja-remaja yang mempersembahkan hati kita kepada Allah—dengan siap sedia dan dengan tulus!

TERPUJILAH ALLAH!

1 comment:

  1. allah itu hidup..saya punya soalan disini apa boleh saya tahu mengapa anak muda sekarang tidak berminat datang ke gereja?tolong nyatakan sebab dan contohnya sekali

    ReplyDelete