Tuesday, November 7, 2006

Allah Pengetahuanku

ALLAH PENGETAHUANKU[1]

Karl Rahner (1904-1984)[2]



Betapa banyaklah hal yang telah melewati benakku selama perjalanan hidupku, ya Allahku! Betapa banyak yang telah aku pikirkan dakn aku pelajari!

Bukan seolah-olah aku sekarang mengetahuinya semua. Aku telah belajar banyak karena aku harus belajar, aku telah belajar banyak karena aku mau belajar. Tetapi entah dalam peristiwa pertama, entah dalam peristiwa kedua, hasil akhirnya selalu sama saja—aku lupa lagi. Hal-hal ini menyelinap dari diriku karena pikiran manusia kami yang papa, dan yang sempit tak mampu menerimanya, dan tak kuasa menangkap serta mempertahankan yang satu tanpa melupakan yang lain. Atau boleh jadi hal itu menyelinap karena sewaktu mempelajarinya ada ketidakpedulian tersembunyi yang menghalangi sehingga tidak menjadi sesuatu yang lain daripada sekadar objek yang harus diterima dengan hati bosan dan yang pada saatnya nanti dilupakan.

Bagaimanapun juga, kebanyakan hal yang aku pelajari memang aku pelajari agar dapat aku lupakan lagi dan dengan demikian secara konkret bahkan dalam bidang pengetahuan pun—aku dapat mengalami kepapaan, kepicikan dan keterbatasanku sendiri. Sudah barang tentu agar dapat tersebut di atas bukan kesalahan tata bahasa ataupun kesalahan logika. Mengapa? Karena itulah, ya Allah, jika lupa hanya suatu kecelakaan tragis dan bukan tujuan sejati serta sewajarnya dari semua usahaku untuk belajar dan mengetahui, maka aku pasti ingin mengetahui segala yang pernah aku pelajari.

Alangkah mengerikan gagasan itu! Aku masih harus mempertahankan dalam kesadaran semua hal yang pernah dijejalkan ke dalam diriku—semua mata pelajaran yang pernah aku pelajari di sekolah. Aku masih harus mengetahui semua hal ayang aku dengar dalam percakapan dan pergaulan, semua yang telah aku lihat di tanah asing atau aku saksikan di museum. Dan dari semua ini apa keuntungan bagiku? Apakah aku lalu menjadi lebih kaya, lebih berkembang atau lebih berbudaya?

Bagaimana aku dapat mempertahankan hal ini semua? Apakah semua ini akan disimpan dalam ingatan bagaikan barang-barang di gudang, yang akan diambil dari raknya setiap kali datang pesanan? Atau, pada taraf idealnya, akankah semua butir pengetahuan ini secara sadar akan hadir di depanku dalam waktu sekejap?

Tetapi bagaimana lautan pengetahuan yang begitu luas tetapi yang begitu kacau ini akan berguna bagi diriku? Untuk apakah aku memerlukan ini semua? Untuk menggunakannya semua, aku harus mengulangi seluruh hidupku langsung dari saat merekahnya kesadaranku yang pertama.

Ya Allah, memang baiklah bagiku jika dapat lupa dan melupakan. Memang, yang terbaik dari segalanya yang pernah aku ketahui persisnya adalah bahwa semua itu dapat dilupakan. Tanpa berkilah, semua itu tenggelam secara perlahan-lahan dan aman tenteram menghilang dari pandangan. Dan dengan demikian hal-hal tersebut secara harfiah telah memampukan diriku menerawangnya dalam kepapaan ataupun kehampaan batin dan akhirnya ketidakberartiannya.

Sungguh menyedihkan—dan siapakah yang akan aku salahkan, ya Tuhan untuk ini?—adanya kenyataan bahwa mengetahui termasuk unsur tinggi manusia, termasuk ciri paling khas dari segala tindakannya. Dan Engkau sendiri disebut Deus scientiarum Dominus, Tuhan Allah segala pengetahuan. Tetapi apakah pujian setinggi itu tidak melawan pengalaman penulis suci-Mu? “Aku telah membulatkan hatiku untuk memahami hikmat dan pengetahuan, kebodohan dan kebebalan. Tetapi aku menyadari bahwa hal ini pun adalah usaha menjaring angin, karena di dalam banyak hikmat ada banyak susah hati, dan siapa memperbanyak pengetahuan memperbanyak kesedihan” (Pengkhotbah 1.17-18).

Juga dikatakan bahwa mengetahui adalah jalan paling batiniah untuk menangkap dan memiliki sesuatu. Tetapi bagiku tindakan mengetahui tampaknya seakan-akan hanya menyentuh permukaan hal yang akan diketahui, bahwa mengetahui gagal menembus sampai ke teras, sampai ke lubuk diriku, tempat aku adalah memang benar-benar aku.

Pengetahuan tampaknya lebih menyerupai obat pemati rasa yang harus aku ambil berulang kali untuk mengobati kebosanan dan keringnya hiburan hati. Dan betapa pun setia meminumnya, pengetahuan tak pernah sungguh-sungguh menyembuhkan aku. Yang dapat diberikan kepadaku paling-paling adalah kata dan konsep yang berfungsi sebagai perantara untuk mengungkapkan dan menafsirkan realitas kepadaku, tetapi tak pernah menenangkan kedambaan hatiku untuk mengenyam realitas itu sendiri, untuk kehidupan sejati dan untuk mengenyam kepemilikan yang sebenarnya. Aku tak pernah akan disembuhkan sampai realitas mengalir ke dalam hatiku bagaikan dendang lagu penuh pesona.

Sungguh, ya Allah, hanya mengetahui memang bukan apa-apa. Yang dapat diberikan kepadaku paling banter adalah kesadaran yang menyedihkan mengenai tidak memadainya pengetahuan itu sendiri. Yang dapat dikatakan kepada kami adalah bahwa lewat pengetahuan kami tak pernah dapat sepenuhnya menangkap realitas dan membuat pengetahuan itu menjadi bagian hidup dari diri kami.

Bagaimanakah kami dapat mendekati teras segala hal, teras realitas yang sebenarnya? Bukan dengan pengetahuan melulu, tetapi dengan bunga merekahnya pengetahuan, yakni cinta. Hanya pengalaman terhadap merekahnya pengetahuan menjadi cintalah yang memiliki kekuasaan untuk mengerjakan sebuah alih bentuk dalam diriku. Sebabnya? Karena hanya apabila aku sepenuhnya hadir pada objeklah aku berubah dan bertemu dengan objek itu. dan hanya dengan cintalah aku sepenuhnya hadir—bukan dalam mengetahui melulu, tetapi dengan afeksi yang ditumbuhkan oleh pengetahuan tersebut. Hanya pada saat itulah pengetahuanku tidak hanya sekadar bayangan yang melintas pada tahap kesadaran. Pada sat itu aku memiliki pengetahuan yang sesungguhnya adalah diriku yang menetap seperti menetapnya diriku sendiri.

Hanya pengetahuan yang diperoleh lewat pengalaman, buah kehidupan dan penderitaan, mengisi hati dengan kebijaksanaan cinta, bukannya menghancurkannya dengan kebosanan dan akhirnya kelupaan. Bukan akibat dari spekulasi kami, melainkan hasil penghayatan hidup dan penderitaanlah yang mempunyai kekuatan untuk memperkaya hati dan menyuburkan roh. Dan semua pengetahuan yang kami peroleh lewat studi tidak hanya sekadar memberikan bantuan dalam menghadapi measalah hidup dengan budi yang sigap dan siap.

Berkat kemurahan-Mu, ya Allah yang tak terhilangkan, aku mengetahui sedikit mengenai Engkau tidak hanya lewat konsep dan kata, tetapi lewat pengalaman. Aku sebenarnya mengetahui Engkau lewat kontak hidup: aku telah bertemu dengan Dikau dalam suka dan derita. Alasannya? Karena Engkau adalah pengalaman hidupku yang pertama dan terakhir, ya, yang benar-benar Engkau sendiri, dan bukan hanya konsep mengenai Engkau, bukan hanya nama yang kami berikan kepada-Mu! Engkau telah turun ke dalam diriku dalam bentuk air dan Roh, dalam permandianku. Dan kemudian tak ada masalah berandai-andai sesuatu mengenai Engkau, kemudian nalarku dengan segala kelihaiannya masih diam. Lalu tanpa bertanya kepadaku, Engkau embuat diri-Mu menjadi tujuan hatiku yang papa.

Engkau telah menangkap aku. Aku tidak menangkap Engkau. Engkau telah mengubah diriku samoai ke ujung akar keberadaanku, dan membuat aku menjadi pengambil bagian dalam keberadaan dalam hidup-Mu. Engkau telah memberikan kepadaku Diri-Mu, bukan laporan mengenai Diri-Mu, laporan yang berasal dari tempat jauh, yang terdengar samar-samar dalam kata-kata manusia. Dan itulah sebabnya aku tak pernah dapat melupakan Engkau, karena Engkau telah menjadi pusat keberadaanku.

Karena Engkau hidup dalam diriku, rohku dipenuhi oleh sesuatu yang tidak hanya setaraf dengan kata-kata kosong, kata-kata mengenai realitas, kata-kata yang berbagi macam jenis dan segala kekaburannya akan membingungkan dan melelahkan aku.

Dalam permandian, ya Bapa, Engkau telah menuturkan sabda-Mu ke keberadaanku, Sabda yang ada sebelum segala yang ada dan lebih nyata daripada segala yang ada, Sabda tempat semua realitas dan semua kehidupan, bertahan dan menerima serta melestarikan adanya.

Sabda satu-satunya tempat kehidupan ini telah menjadi pengalamanku lewat tindakan-Mu, ya Allah rahmat. Mengenai Dia aku tak akan pernah bosan, karena Dia adalah Esa namun tak terhingga. Dia tak pernah dapat membosankan atau melelahkan bagiku, karena Dia abadi. Dia menarik rohku dari perubahan yang senantiasa terjadi serta ketidakmantapan dalam dunia perdamaian di mana aku mengalami pemilikan segala sesuatu yang selalu lama dan selalu baru sekaligus. Sabda-Mu dan kebijaksanaan-Mu ada dalam diriku, tidak karena aku memahami Engkau dengan pengertianku, tetapi karena aku telah Engkau akui sebagai putra dan sahabat-Mu. Sudah barang tentu, Sabda ini—yang lahir dari Hati-Mu sendiri dan diucapkan ke dalam hatiku—masih harus diterangkan kepadaku lewat orang lain yang aku terima dalam iman, “iman lewat pengajaran” yang dituturkan oleh St. Paulus.

Sabda-Mu yang hidup masih terselimuti kegelapan. Sabda itu masih selalu menggema sayup-sayup dari lubuk hatiku, tempat Engkau mengucapkan ini, sampai ke latar depan kesadaran, di mana pengetahuanku yang hanya sekelumit tak akan lewat dan berarti banyak. Ini adalah pengetahuan yang berakhir dalam kelesuan dan kesedihan jiwa yang tak menghasilkan apa-apa selain pengalaman yang pahit karena dilupakan dan pantas dilupakan lantaran tak pernah menghasilkan kesatuan organis yang hidup. Namun di belakang semua kesulitan dan siksaan ini sudah ada “pengetahuan” lain yang dalam diri kami telah menjadi realitas penuh rahmat, yakni Sabda-Mu dan Cahaya abadi-Mu.

Tumbuhlah dalam diriku, terangilah diriku, bersinarlah semakin kuat dalam diriku, ya Cahaya abadi, Cahaya manis untuk jiwaku. Bersuaralah dalam diri kami dengan semakin jelas, ya Sabda Bapa, Sabda Cinta, Yesus. Engkau telah berkata bahwa Engkau telah menyingkapkan kepada kami semua yang telah Engkau dengar dari Bapa. Dan sabda-Mu memang benar, karena apa yang Engkau dengar dari Bapa adalah Engkau sendiri, ya Sabda Bapa. Engkau adalah Sabda yang mengetahui Dirinya sendiri dan mengetahui Bapa. Dan engkau adalah milikku, ya Sabda yang melampaui semua kata manusia, ya Cahaya yang pasti membuat pucat segala cahaya yang ada di kolong langit dan di lengkung bumi.

Semoga Engkau sendiri menerangi aku, semoga Engkau sendiri berbicara kepadaku. Semoga semua yang aku ketahui selain Engkau hanya sekadar teman yang kebetulan ada bersama kami dalam perjalanan menuju Engkau. Semoga ini membantu mematangkan aku, sehingga aku boleh senantiasa lebih baik memahami Engkau dalam penderitaan yang menyertai aku, seperti yang diramalkan oleh penulis-Mu. Jika ini telah usai, maka pengetahuan itu pun dapat menghilang perlahan-lahan dan dilupakan orang.

Jika demikian, Engkau akan menjadi Sabda terakhir, satu-satunya Sabda yang tertinggal, satu-satunya yang tak pernah akan kami lupakan. Akhirnya semuanya akan diam dalam kematian. Aku akan selesai belajar dan menderita. Kemudian akan dimulai suasana diam agung, di mana tak ada suara lain yang didengar selain Engkau, ya Sabda yang menggema dari keabadian ke keabadian.

Kemudian semua kata manusia akan semakin membisu. Ada dan tahu, memahami dan mengalami akan menjadi satu. “Aku akan mengetahui apa yang Engkau katakan seperti halnya aku diketahui.” Aku akan memahami apa yang Engkau katakan kepadaku senantiasa, yakni Engkau sendiri. Tak ada kata manusia lagi, tak ada konsep, tak akan ada gambar di antara kita. Engkau sendiri akan menjadi satu kata cinta dan kehidupan yang mengisi segala sudut jiwaku.

Sekarang jadilah penghiburku, ya Tuhan, sekarang ketika semua pengetahuan, bahkan wahyu-Mu yang terungkap dalam bahasa manusia, tak berhasil meredakan kedambaan hatiku. Berilah aku kekuatan, ya Allah, sekarang ini ketika jiwaku mudah bosan terhadap kata-kata yang masih tak berhasil memberikan kepada kami apa-apa untuk memuliakan Engkau. Bahkan beberapa kilat cahaya yang aku terima dalam saat-saat teduh cepat melenyap ke dalam langit kelabu yang melingkupi kehidupan sehari-hariku—kendatipun pengetahuan datang padaku hanya untuk tenggelam dan dilupakan, namun Sabda-Mu hidup dalam diriku, dan pernah ditulis demikian: “Sabda Allah akan tetap ada selama-lamanya.”

Engkau sendiri adalah pengetahuanku, pengetahuan yang merupakan cahaya dan kehidupan. Engkau sendiri adalah pengetahuanku, pengalamanku, dan cintaku. Engkau adalah Allah satu-satunya pengetahuan abadi, pengetahuan yang merupakan nikmat tanpa wasana.

[TERPUJILAH ALLAH!]


[1]Dalam Worte ins Schweigen (Munich: Oberdeutsche Provinz, t.t.)
[2]Guru besar teologi dogmatika di Universitas Katolik Innsbruck, Austria.

No comments:

Post a Comment