Wednesday, November 1, 2006

Spiritualitas Daya Juang

SPIRITUALITAS DAYA JUANG




Hidup itu paradoks. Dua hal yang nampaknya bertentangan, tetapi nyata terjadi. Itulah hidup kita sekarang ini. Perekonomian lesu. Banyak pengusaha dan wiraswastawan mengeluh dengan kondisi ini. Sebab, daya beli masyarakat turun drastis. Tidak dapat disangkal, persembahan gereja pun menurun.

Tetapi di sisi lain, aneh bin ajaib! Dari survei, didapatilah pelonjakan angka 100% s.d. 200% di berbagai daerah, yaitu pada industri komunikasi, khususnya komunikasi selular. Cobalah perhatikan gerai-gerai voucher, tak pernah sepi. Iklan-iklan produk telepon genggam dan kartu selular diperbarui secara periodik.

Lebih sederhana, cobalah memeriksa pengeluaran telepon dan selular. Apalagi bila anak-anak sudah memegang telepon genggam sendiri. Wow, betapa luar biasa anggaran belanja keluarga! Beberapa orangtua berbagi keluhan. Budget belanja melonjak tajam oleh sebab mencukupi kebutuhan pulsa telepon anak-anak, di samping bensin dan listrik. Memang tak terasa, meski cuman SMS-an, pendapatan per bulan tersedot ke sana.

Jadi, sebenarnya apakah benar perekonomian sedang lesu? Atau sebenarnya ini berakar dari kurang bijaksananya kita dalam mengelola keuangan keluarga? Keduanya mungkin. Bukan hanya di Indonesia, negara-negara maju di Amerika Utara dan sebagian Eropa juga tengah mengalami goncangan ekonomi yang signifikan. Dalam pada itu, mari kita pun memeriksa diri bila ternyata ada budget-budget “asing” yang terselip dan tidak perlu.

Yang jelas, saya setuju dengan Anda, sambil mengutip Scott Peck, M. D., “Hidup itu sulit.” Jadi, bagaimana?

Beriman itu juga paradoks! Roma 5.3-4, “Dan bukan hanya itu saja. Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan.” Aneh bukan?

Pada masa kini hidup sangat sulit, kok firman Tuhan mengajak “bermegah,” atau “bersukacita” (rejoice)? Apakah firman ini mengajarkan doktrin “Firman Iman”: Sebutkan saja dan klaimlah! Jadi, lupakan hidup yang berat sekarang, pegang janji Tuhan, bahwa pasti Tuhan akan melimpahkan. Tidak. Jemaat Roma itu jemaat yang miskin, dan tetap miskin walau rasul Paulus telah melayangkan surat penggembalaan ini. Mereka bahkan teraniaya. Sang rasul sendiri selama hidupnya pun miskin.

Dengan mengajak jemaat untuk bermegah, rasul Paulus memotivasi jemaat untuk tidak dikalahkan oleh kesengsaraan itu. Secara harfiah, kata “bermegah” berarti “mengangkat naik beban yang berada di atas kita.” Seperti Kristus yang mengangkat salib, kemudian menang atas salib itu dengan kebangkitan-Nya, demikian hidup kita seharusnya.

Singkatnya, tidak mudah berputus asa. Tidak sekadar narimo ing pandum. “Ayo, jangan di-KO-kan dengan kondisi sulit ini. Jangan mengasihani diri sendiri. Jangan menyerah, lalu kalah!” Inilah paradoks orang beriman. Hidup itu berat. Tetapi lintasilah hidup dengan sukacita. Apalagi kita tahu bahwa hidup kita ini untuk Tuhan.

Buah Sukacita Itu. Perhatikan selanjutnya. Barangsiapa bersukacita dalam kondisi yang berat ini, buahnya adalah: (i) ketekunan; ini adalah sikap hidup yang kuat menderita, setia dan sabar, namun terus berkarya. Barangsiapa tekun, orang itu sedang membangun masa depan. Para pelajar dan mahasiswa yang suka jalan pintas dalam ujian, sebenarnya pelan-pelan sedang menghancurkan masa depannya. Mereka akan menjadi orang-orang dengan daya kerja rendah. Mentalitas jalan pintas membuat suram masa depan, sebab orang tidak akan percaya kepada kualitas kerja kita.

(ii) Tahan uji. Menarik, bahasa Inggris memakai kata character. Artinya, barangsiapa tekun, ia sedang memupuk karakter pribadi. Pada dekade ini, marak tampil motivator-motivator handal dan pelatihan-pelatihan pembangunan karakter. Tetapi karakter yang dibangun dari luar seperti ini akan cepat kering. Layu, bahkan sebelum berkembang.

Allah senang dengan kelahiran kembali seorang berdosa. Tetapi Allah tidak mengharapkan karakter yang terus kekanak-kanakan. Karakter sejati terbangun karena telah teruji. Hati seseorang yang berkarakter akan melampaui segala ketamakan akan kebendaan duniawi dan cinta uang. Hatinya terarah kepada Allah saja. Berkarya dengan giat, sambil memandang kepada Allah. Bila orang Kristen kedapatan memiliki karakter pada zaman sulit seperti ini, hal ini telah menjadi kesaksian indah bagi kemuliaan Allah.

(iii) Pengharapan. Seseorang yang tekun dan berkarakter, dengan sendirinya akan menjadi seseorang yang progresif, terus maju pantang mundur. Mengapa demikian? Karena sasarannya jelas. Visi hidupnya terang. Arah yang dicapai gamblang terpampang di hadapannya: Hidup sekarang dan yang akan datang adalah bagi kemuliaan Allah saja.

Bila Allah telah memberi kita jalan masuk kepada kasih karunia sehingga boleh berharap akan menerima kemuliaan Allah (Rm. 5.2), masakan Allah yang sama tidak memberikan jaminan kepada kita ketika sementara waktu kita menderita? Kasih karunia Allah justru mendorong kita untuk tekun dan tahan uji. Kalau begitu, yakinlah kita, garis finish kita bukan di liang lahat berukuran 2X1 meter, tetapi di hadapan Allah: Menikmati indahnya persekutuan dengan Allah selama-lamanya.

Akhirulkalam. Marilah tetap berjuang. Sebab Allah dahulu telah memberikan kasih karunia. Allah yang sama sekarang memberikan kekuatan. Apabila Allah mengizinkan kehidupan berat menimpa kita, anak-anak yang menjadi harta kesayangan-Nya, masakan Allah meninggalkan kita begitu saja? Bukankah Dia yang mulai, Dia pula yang akan mengakhiri, dan Dia pula yang memberi piranti? Kiranya kita tidak lekang untuk menaikkan syukur kepada-Nya. Seperti bunyi sebuah kidung, “Hitung berkat satu persatu . . . kau ‘kan kagum oleh karya-Nya.” (021106)

TERPUJILAH ALLAH!

Untuk diterbitkan dalam tabloid Embun GKMI Gloria Patri, Semarang (akan datang)

No comments:

Post a Comment