Sunday, November 19, 2006

Pembebat yang Tesayat

PEMBEBAT YANG TERSAYAT

EFESUS 4:17–32

“Kita memimpikan satu dunia yang bebas
dari kekerasan. Satu dunia dengan keadilan dan harapan.
Setiap orang hendaknya mengulurkan tangan kepada sesamanya,
tanda perdamaian dan persaudaraan”
(Lirik lagu The Prayer)


Izinkan saya menebak pikiran Saudara ketika menyimak lirik lagu di atas. Itu hanya khayalan. Itu sekadar lukisan dalam angan-angan. Kata para intelektual, itu cuma utopia. Mungkinkah satu dunia seperti itu akan hadir, tatkala kita mencermati lingkungan hidup yang sedemikian keras kejam, di mana manusia tak ragu-ragu menjadi srigala buas bagi sesamanya, dan menghalalkan eksploitasi manusia atas manusia? Memang, kita hidup dalam tegangan antara asa (harapan) dan realitas (kenyataan).

Firman Tuhan justru mengajak kita memelihara tegangan di atas. Marilah kita menyebut impian atau asa itu sebagai tujuan akhir atau “cita-cita perjuangan.” Ini penting. Sebab, tinggal diam di dalam kenyataan hidup tanpa memimpikan suatu tujuan akhir sama seperti membangun rumah tanpa pola cetak biru. Seorang Kristen yang tidak memiliki cita-cita perjuangan akan kehilangan orientasi yang utuh dan menyeluruh terhadap makna hidup, kerja, pelayanan bahkan keluarga. Gereja yang tidak memiliki cita-cita perjuangan akan cenderung mengalami stagnasi dan mundur, setiap kegiatan bersifat formal dan rutin.

Apakah cita-cita perjuangan kita? Cita-cita kita sebagai pribadi maupun sebagai kumpulan orang beriman adalah “kemerdekaan Kristen.” Apa maksudnya? Yaitu bahwa kesadaran manusia tidak dapat dibelenggu oleh hukum-hukum manusia. Hukum-hukum manusia tak lain ialah segala peraturan yang “membelenggu jiwa batiniah manusia di hadapan Allah dan yang meletakkan penghalang-penghalang atasnya, seolah-olah harus dilakukan bersandingan dengan hal-hal yang perlu untuk keselamatan” (Calvin).

Dalam teks kita, kemerdekaan Kristen diistilahkan dengan “mengenal Kristus” (ay. 20). Selain Kristus, tiada satu hal pun boleh dikerjakan untuk mengharapkan keselamatan. Bagi seorang Kristen, pengenalan akan Kristus itulah tujuan akhir (bdk. Flp. 3:10). Dalam pengenalan akan Kristus, gaya dan pola hidupnya akan serta merta diubahkan (ay. 25–32). “Sebab seseorang berada di dalam Kristus ia tidak lagi terbelenggu, dan ia pun bebas menjadi seperti Kristus!” itulah inti kemerdekaan Kristen.

Intisari kemerdekaan Kristen dapat kita periksa dari tiga hal berikut ini:
(1) Kemerdekaan Kristen bersangkut paut dengan perilaku yang transparan di bawah pengawasan Allah.
(2) Kemerdekaan Kristen dijumpai dalam tanggung jawab kepada sesama.
(3) Kemerdekaan Kristen tidak membebaskan manusia dari mematuhi peraturan sipil dan hukum-hukum kemasyarakatan.

Jika kita menyadari arti kemerdekaan Kristen, yang kemudian kita lakukan adalah hidup benar di hadapan Allah dan mengupayakan pemulihan untuk kondisi lingkungan hidup kita. Kemerdekaan membuat kita gigih dalam berjuang, “supaya kita memakai karunia-karunia Allah bagi tujuan yang Ia telah tetapkan manakala memberikan karunia-karunia itu.”

Selamat menjadi “pembebat yang tersayat” yang hadir di tengah dunia. Selamat menjadi pejuang-pejuang iman yang rindu mengenal Kristus.

TERPUJILAH ALLAH!

No comments:

Post a Comment